BPN Lombok Tengah Dituding Sarang Penyamun, Permohonan Pendaftaran Tanah Ditindih Demi Kepentingan Oknum
Lombok Tengah - Forum Rakyat Bersatu (FRB) bersama keluarga besar Mamiq Kalsum, Lombok Tengah (Loteng) Nusa Tenggara Barat (NTB) menggeruduk Kantor Pertanahan (Kantah) BPN/ATR Lombok Tengah, Senin 29 September 2025. Mereka mendesak Kepala Kantah Loteng untuk segera menindaklanjuti permohonan pendaftaran tanah yang diajukan sejak tahun 2018 silam di lahan seluas 6,5 Ha.
Massa menuding para oknum yang ada di Kantah Loteng tersebut melampaui prosedur dan mengabaikan standar operasional prosedur (SOP) dalam pendaftaran tanah. ‘’Kantor BPN/ATR ini sarang penyamun, senang dengan duit,’’ tuding orator Eko Rahady, S.H. dalam aksi massa di kantor tersebut. Masalahnya, Kantah Loteng dinilai justru menerima pendaftaran baru atas lahan di titik yang sama seluas 1,5 Ha atas nama Lalu Amanah, di mana pendaftaran tersebut diajukan tahun 2024 lalu.
Sikap yang ditunjukkan oleh para oknum di Kantah BPN/ATR Loteng itu dinilai telah memecah belah sistem persaudaraan yang selama ini tumbuh dan berkembang serta terpelihara dengan baik di tengah masyarakat. ‘’Rakyat jadi perang antar warga karena persoalan di Kantah/ATR. Ada pengajuan di atas pengajuan, sertifikat di atas sertifikat. Padahal anda digaji dari rakyat, tetapi malah memecah belah rakyat,’’ teriak Eko.
Massa merasa kesal karena uang telah mengubah segalanya, bahkan mengubah arah kebijakan oleh Kantah soal sertifikat. ‘’Kami minta kepada presiden Prabowo untuk mencopot menteri Pertanahan, sebab kebijakan menteri dilaksanakan sampai ke bawah, dan pada gilirannya menyengsarakan rakyat,’’ katanya. Mereka minta supaya kepala Kantah Lombok Tengah dicopot.
Perkara tanah yang dituntut, lahan yang sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap, malah dibukakan lagi untuk pendaftaran baru. ‘’Itu semua karena uang,’’ tuding mereka. Kebijakan sepihak BPN telah menyengsarakan rakyat dan membuat gaduh di tengah masyarakat.
Kelompok massa yang datang menggeruduk gedung kantor BPN/ATR Loteng tersebut menyebutkan fakta lapangan, bahwa Lalu Amanah diduga didorong oleh oknum tertentu untuk melakukan permohonan lahan seluas 1,5 hektar di dalam lahan 6,5 hektar dengan atas nama Mamiq Kalsum.
Menurut orator Eko, Permasalahan sengketa pertanahan ini murni antara mamik kalsum dengan pemerintah terkait Pelepasan Sebagian dari HPL no 1 atas pemegang hak LTDC dan telah melalui proses permohonan melalui persetujuan DPRD dan Pemprov NTB yang jelas sudah inkrah dimenangkan mamik kalsum, bukan persengketaan perorangan antara mamik kalsum Migarsih dengan Lalu Amanah. Sementara Saudara Lalu Amanah sudah melakukan permohonan pelepasan hak sebanyak 4 x ke pemrov NTB namun sampai saat ini tetap ditolak.
Pada prosesnya dalam gugatan pemegang HPL no 1 dengan beberapa pihak melawan Mamik Kalsum, Akibatnya kemudian, Mamiq Kalsum kalah di tingkat awal persidangan, dan bahkan sempat ditahan di penjara. Dalam perjalanan banding dan kasasi, Mamiq Kalsum akhirnya menang di pengadilan. Dia pun dibebaskan dari hukuman. Namun seiring waktu, Lalu Amanah mengajukan permohonan penerbitan sertifikat baru. Tentu saja hal itu tidak diterima oleh keluarga Mamiq Kalsum. Sebenarnya institusi BPN harus tunduk pada putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap dengan melalui prosedur dan mekanisme pelepasan Hak dari pemerintah ’’ ujar Eko kesal.
Kuasa hukum keluarga besar Mamiq Kalsum yang juga hadir saat aksi itu, Lalu Abdoul Madjeed, S.H. M.H. dan rekan kemudian diminta untuk menghadiri mediasi di Kantah BPN Loteng. Namun kehadiran pihak sebelah di ruang pertemuan kantor BPN Loteng membuatnya merasa terganggu dan terjadi keributan yang untung dapat di cegah oleh pihak aparat kepolisian dan TNI. ‘’Kami tidak ada urusan dengan mereka. Kami tidak berperkara dengan Lalu Amanah. Kami hanya berurusan dengan pemerintah yang tidak komit menjalankan aturan,’’ kata Madjeed.
Kepala Kantah BPN/ATR Loteng, Subhan, kemudian mempersilakan perwakilan keluarga Mamiq Kalsum bersama kuasa hukum untuk membahasnya di ruang Kakantah. ‘’Kepala Kantah BPN/ATR Loteng berkomintmen dan berjanji akan memblokir pengajuan pendaftaran yang diajukan belakangan dan memprioritaskan pendaftaran kami di tahun 2018 silam,’’ kata Madjeed.
Menurut Kuasa Hukum Lalu Abdul Majid, Keributan yang timbul saat mediasi diakibatkan Kakantah memberikan ruang kepada Amanah untuk mediasi mendadak tanpa pemberitahuan kepada pihak yang melaksanakan aksi. Sementara aksi damai tersebut yang dihadiri sekitar 300an massa keluarga besar Mamiq Kalsum jelas berizin damai dari pihak kepolisian rusak oleh kepentingan oknum. Keributan yang terjadi di ruang mediasi hampir berdampak meluas kepada pihak massa di luar yang kecewa, namun pihak kepolisisian dan TNI berhasil menenangkan secara damai dan persuasif. Ini Adalah aksi damai yang telah dimohonkan secara tertulis kepada kantah Lombok Tengah berdasarkan surat konfirmasi permohonan peninjauan berkas tanah tertanggal 18 September 2025 yang tidak ditindaklanjuti kantah Lombok Tengah, tegas Lalu Abdul Majid sambil menunjukan bukti tanda terima surat ke kantah Lombok Tengah.
Lebih lanjut ditambahkan Majid, Seharusnya pengajuan permohonan pendaftaran tanah yang telah masuk sebelumnya diprioritaskan. ‘’Ini di BPN malah permohonan pengajuan kami ditindih sampai bertahun tahun,’’ katanya. Bukan tidak mungkin kasus serupa juga terjadi pada pemohon-pemohon lainnya. Tapi keluarga besar Mamiq Kalsum bersyukur karena Kepala Kantah Lombok Tengah hari itu memenuhi semua tuntutannya.
Pada mediasi di ruang Kakantah Lombok Tengah, kuasa hukum juga diminta mengajukan kembali surat permohonan yang diperbaharui dengan alasan titik lahan yang dimohonkan tersebut telah memenuhi kaidah hukum yang telah berkekuatan hukum tetap. ‘’Kami segera mengajukan Kembali untuk pembaharuan melanjutkan permohonan yang lalu,’’ kata Madjeed. Lahan yang dimaksudkan kebetulan berlokasi cukup strategis, yakni sebuah lahan perbukitan di sekitar sirkuit Mandalika.
Sengketa 2 permohonan ini muncul akibat diloloskannya permohonan baru dilahan yang sama dengan luas berbeda an Amanah oleh kantah lomteng yang tanpa dasar hanya pengakuan penguasaan fisik semata tanpa melihat histori lapangan dan mengabaikan proses permohonan ke pemrov NTB dan putusan pengadilan yang inkrah. Kendati demikian, persoalan tumpang - tindih kepemilikan lahan di Lombok Tengah, khususnya di KEK Mandalika, tidak hanya terjadi pada pengajuan pendaftaran yang dimohonkan kliennya saja. ‘’Masih banyak contoh kasus lainnya. Mungkin sudah saatnya para pejabat di Kantah BPN/ATR Lombok Tengah ini dievaluasi,’’ dan mohon kepada Kanwil BPN NTB serta Kementrian ATR BPN di Jakarta menyikapi atas permasalahan ini, tutup Madjeed.